Sumber gambar 1
Selamat malam, kali ini saya copastkan sebuah jurnal dari Pak Indra Ibrahim, yang semoga bisa bermanfaat.
DAMPAK PENAMBANGAN TIMAH ILEGAL YANG MERUSAK EKOSISTEM DI BANGKA BELITUNG
Indra Ibrahim
Abstrak
Keberadaan mineral biji timah di Bangka Belitung merupakan karunia dari Tuhan YME bagi masyarakat di daerah itu dalam sisi ekonomi yang memberikan kesempatan untuk mendapatkan penghidupan dari kegiatan penambangan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada sisi yang lain keberadaan timah yang tidak dikelola dan diatur dengan baik oleh aparat pemerintah daerah, disertai dengan tidak adanya kesadaran
untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup oleh segenap stake holder di daerah ini telah membawa kehancuran lingkungan hidup dan ekosistem di Bangka Belitung.Pemerintah daerah harus tegas untuk mengimplementasikan semua aturan tentang penambangan timah, baik berupa peraturan perundang- undangan nasional maupun dalam bentuk peraturan daerah. Dengan demikian pelaksanaan kegiatan eksploitasi timah dapat dikendalikan dengan baik, kegiatan reklamasi dan kegiatan pascatambang dapat berjalan sesuai aturan. Orientasi penjagaan dan pemeliharaan serta pemulihan kondisi lingkungan hidup harus merupakan fokus utama pemerintah daerah dalam pengelolaan pertambangan di daerah ini.
Kata Kunci: stake holder, Pemerintah daerah, penambangan timah, reklamasi
PENDAHULUAN
Sekilas Bangka Belitung
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (disingkat Babel) adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua pulau utama, yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil, seperti P. Lepar, P. Pongok,
P. Mendanau dan P. Selat Nasik, total pulau yang telah bernama berjumlah 470
buah dan yang berpenghuni hanya 50 pulau 1.
Terletak pada koordinat 1º 50’ - 3º 10’ LS dan 105º - 108º BT, propinsi ini mempunyai total area seluas 81.725.14 km2 (7,229.82 mil²) dengan luas daratan
16.424.14 km2(6,341.40 mil²) dan perairan seluas 65.301 km2 (25,213 mil²) dengan panjang garis pantai sekitar 1.200 km 2.
Jumlah penduduk di propinsi Bangka Belitung sekitar 1.230. 000 jiwa. Suku- suku yang mendiami Bangka Belitung terdiri atas: suku Melayu yang merupakan suku terbesar di propinsi ini, kemudian diikuti oleh suku Tionghoa, Jawa, Bugis, Madura dan lain-lainnya.
Bangka Belitung semula merupakan bagian dari Propinsi Sumatera Selatan yang dimekarkan menjadi propinsi pada tahun 2000 berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Propinsi Bangka Belitung. Terdapat 6 Kabupaten di Bangka Belitung, yaitu Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur dan satu Kotamadya Pangkal Pinang. Di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung terdapat 36 Kecamatan dan sebanyak 326 Kelurahan/Desa.
Sejarah Pertambangan Timah
Pada masa kolonial Belanda terdapat tiga perusahaan pertambangan Timah yaitu: Bangka Tin Winning Bedrijft (BTW), Gemeenschaappelijke Mijnbouw Maatschaappij Biliton (GMB) dan Singkep Tin Exploitatie Maatschaappij (SITEM)3. Kolonial Belanda mendatangkan pekerja tambang sebagai kuli kontrak dari daratan China, mereka ini kemudian menjadi cikal bakal suku Tionghoa yang secara turun temurun berdomisili di Bangka Belitung.
Antara tahun 1953 sampai dengan tahun 1958 ketiga perusahaan tersebut dinasionalisasi menjadi perusahaan negara, yaitu: BTW menjadi PN Tambang Timah Bangka, GMB menjadi PN Tambang Timah Belitung dan SITEM menjadi PN Tambang Timah Singkep. Pada tahun 1968 ketiga perusahaan negara itu di lebur menjadi satu perusahaan PT Tambang Timah, yang selanjutnya dirubah menjadi PT Tambang Timah (Persero)4.
1 Wikipedia Indonesia, Kepulauan Bangka Belitung, <http��//id.wikipedia.org/wiki/Kepulauan_Bangka_
Belitung>, diakses pada 2Juni 2015
2 Ibid
3 Sekilas PT Timah, �http��//www.timah.com/v2/ina/tentang-kami/8410052012110526/sekilas-pt-ti-
mah/>, diakses pada 27 Mei 2015
4 ibid
Saat penambangan timah dikuasai oleh PT. Tambang Timah, penduduk asli Bangka Belitung umumnya menempati posisi pekerja rendahan di perusahaan, posisi-posisi menengah-atas dipegang oleh orang luar daerah.
Timbul kesenjangan sosial antara penduduk asli dan karyawan rendahan disatu pihak dan para staff serta petinggi PT. Tambang Timah dipihak lain. Kesenjangan itu terletak pada fasilitas dan perlakuan istimewa dari perusahaan dalam hal: layanan kesehatan, hiburan, olahraga, pendidikan dan lain-lain. Hal ini menimbulkan kecemburuan sosial yang membekas lama dihati penduduk lokal.
Maraknya tambang rakyat diseluruh wilayah Bangka Belitung, bukan karena semata-mata faktor ekonomi saja tetapi lebih jauh karena letupan ketidakpuasan atas pengerukan hasil kandungan bumi mereka oleh “orang lain”,. Sementara mereka hanya menjadi penonton yang baik karena apabila mencoba untuk ikut menggali timah pada masa monopoli PT. Tambang Timah, maka pintu penjara sudah menanti mereka.
Dikenal dua jenis Proses penambangan timah, yaitu penambangan darat dan penambangan dilaut. Penambangan darat dilakukan dengan cara menggali tanah dengan menggunakan pompa semprot, pasir beserta biji timah dialirkan melalui peralatan yang disebut sakan, biji timah yang mempunyai berat jenis lebih besar dari pada pasir akan terendapkan dan terpisah dari pasir. Penambangan dilaut dilakukan dengan cara menyedot biji timah dari dasar laut dengan menggunakan kapal keruk, kapal isap atau T.I apung sederhana (yang biasanya digunakan oleh rakyat.)
Pada mulanya, penambangan timah hanya dilakukan di daratan Bangka Belitung. Namun semakin sulitnya mendapatkan lokasi yang kaya timah di daratan, hasil penambangan di darat yang terus merosot, dan biaya operasional yang semakin melambung membuat masyarakat dan perusahaan penambang timah mengalihkan prioritas penambangan ke laut 5.
Banyaknya para penambang yang beralih dari penambangan darat ke penambangan laut mengakibatkan T.I apung yang dioperasikan oleh rakyat dan kapal isap yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan pertambangan timah swasta semakin bertambah banyak bertebaran di seluruh laut Bangka Belitung.
5 Denil Mildan, Potret Buram di Balik Kemilau Timah,http��//denimildan.blogspot.com/2011/04/potret- buram-di-balik-kemilau-timah_25.html, diakses pada 4 Juni 2015
Penambangan Timah Inkonvensional
Pada tahun 1999, Eko Maulana Ali Bupati Bangka dengan mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 146/MPP/Kep/4/1999 mengenai pencabutan timah sebagai komoditas strategis.
Dengan pertimbangan bahwa krisis ekonomi yang mendera saat itu membuat terpuruknya kehidupan rakyat, memberikan izin aktivitas penambangan skala kecil bagi masyarakat. Tetapi kemudian yang berkembang ternyata praktik penambangannya menjadi liar tak terkendali. Dari puluhan ribu unit tambang rakyat yang berizin diperkirakan hanya sekitar 30 persen .
Melihat hasil penambangan timah yang menggiurkan ini, maka berbondong- bondong warga masyarakat ikut serta membuka tambang timah, yang dikenal sebagai tambang inkonvensional (T.I). Penduduk pedesaan yang semula bermata pencaharian sebagai petani atau nelayan beralih menjadi penambang timah. Sehingga lebih dari 50% penduduk desa-desa diseluruh wilayah Bangka Belitung menggantungkan hidupnya pada T.I.
PEMBAHASAN
Kerusakan Lingkungan
Pemulihan kembali lahan atau yang dikenal dengan sebutan reklamasi oleh PT. Timah terhadap lahan bekas penambangannya tidak berjalan sebagaimana mestinya dan kelangsungannya tersendat-sendat. Apalagi kemudian kegiatan
T.I dilakukan rakyat dibekas lahan tambang PT Tambang Timah yang memang masih menyisakan deposit biji timah dimana kondisi tanah sudah terbuka memudahkan mereka beraktifitas. Akibatnya lahan yang sudah direklamasi oleh PT Tambang Timah, meskipun tidak sempurna rusak kembali dan kondisinya menjadi lebih parah.
Saat memulai kegiatan T.I, para penambang membuka hutan, baik berupa hutan asli atau hutan hasil reklamasi PT. Tambang Timah, maka terjadilah perusakan hutan. Pada waktu melakukan kegiatan penambangan yang menggunakan air untuk penyemprotan, kemudian air bercampur lumpur ini mengalir ke sungai-sungai, maka tercemarlah air sungai yang semula bersih dan jernih menjadi keruh bercampur lumpur. Aliran air sungai yang bermuara ke laut ini membawa sedimen lumpur ke laut mengganggu kesimbangan ekosistem di laut dan merusak keindahan pantai yang semula berpasir putih berubah menjadi abu-abu kehitaman dan kotor.
Salah satu ekosistem di pantai-pantai adalah hutan mangrove atau hutan bakau. mangrove merupakan ekosistem penyangga di pantai yang terdapat di daerah pasang surut. Keberadaan hutan mangrove yang sehat diperlukan oleh biota laut untuk dapat berkembang biak sehingga akan menentukan banyak tidaknya ikan atau hasil laut lainnya yang dapat ditangkap nelayan. Disamping itu hutan bakau berguna untuk menangkal abrasi pantai akibat gempuran ombak.
Aktivitas tambang bijih timah ilegal di hulu sungai juga memicu pendangka- lan dilaut seperti yang terjadi di pelabuhan perahu nelayan di Desa Kurau, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung. Pendangkalancukupparah yang terjadi di alur pelabuhan perahu nelayan di muara sungai Kurau dikeluhkan para nelayan yang kesulitan menambatkan perahu mereka. Sedimentasi muara sungai itu memang cukup parah dan bahkan ketinggian air hanya 20 cm pada saat air laut dalam kondisi normal6.
Penambangan laut yang menggunakan kapal keruk atau kapal isap dengan jarak sekian mil dari bibir pantai juga sangat potensial merusak ekosistem laut. Berton-ton pasir yang dikeruk atau disedot dari dasar laut, setelah dilakukan pemisahan antara biji timah dan pasir atau lumpur, maka limbah yang ada ini langsung dibuang begitu saja kelaut mengakibatkan sedimen menutup terumbu karang dan menyebabkan rusak dan matinya terumbu karang
Rusaknya terumbu karang berakibat pada berkurangnya sumber daya ikan di wilayah perairan Bangka Belitung, karena terumbu karang merupakan tempat hidup dan berkembangbiak ikan-ikan. Ikan yang semakin berkurang membuat banyak nelayan kehilangan mata pencaharian. Kemiskinan pun semakin meningkat7.
Asas-asas Hukum Lingkungan
Beberapa asas lingkungan hidup yang dapat diterapkan untuk melindungi dan memulihkan kelestarian lingkungan di Bangka Belitung dari perusakan akibat ekploitasi pertambangan timah illegal antara lain:
Teori Instrumen Ekonomi
Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di Bangka Belitung tersebut diatas terjadi akibat eksploitasi secara berlebihan sumber daya alam tanpa disertai
6 http��//babel.antaranews.com/berita/22755/tambang-timah-picu-pendangkalan-pelabuhan-perahu-
nelayan
7 Deny Mildan, Op.cit
upaya pemeliharaan dan koservasi lingkungan hidup, sehingga terjadilah pencemaran atas tanah, sungai, pantai dan laut.
Salah satu cara yang dapat dimanfaatkan guna menanggulangi persoalan ini adalah dengan penerapan instrument ekonomi dalam kegiatan eksploitasi biji timah. Disatu sisi instrument ekonomi dalam jangka pendek memang akan menambah biaya produksi yang membebani penambang timah, tapi disisi lain dalam jangka panjang akan memberi dampak positif berupa kelestarian lingkungan hidup karena adanya perilaku bisnis para penambang timah yang mengutamakan konservasi lingkungan hidup.
Pemanfaatan instrument ekonomi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara8 :
Pertama, mendorong konsumen agar tidak menghamburkan penggunaan sumberdaya alam.
Kedua, melakukan retribusi limbah/emisi sehingga pelaku bisnis/usaha akan sulit menghindar dari konsekuensi tanggungjawabnya untuk berperan aktif menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Ketiga, melakukan deposit-refund.
Keempat, mewajibkan suatu kegiatan usaha untuk menyerahkan dana kinerja lingkungan sebagai penjamin bahwa pelaku kegiatan/usaha akan melakukan reklamasi/konservasi lingkungan hidup.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup yang bertujuan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 42 ayat (1), Pasal 43 ayat (4), dan Pasal 55 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ruang lingkup instrumen ekonomi lingkungan hidup meliputi: perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi, pendanaan lingkungan hidup dan insentif dan/atau disinsentif9
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup. Instrumen ini bertujuan untuk mengintegrasikan nilai ekonomi lingkungan hidup ke dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional dan kegiatan ekonomi, memastikan
8 I Gede Selamet Prayitna, <http��//www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/6/4/o4.html> , diakses 4 Juni
2015
9 Kementerian Negara Lingkungan Hidup, RPP Instrumen Ekonomi Lingkungan �http��//www.menlh. go.id/konsultasi-publik-penyelesaian-rancangan-peraturan-pemerintah-tentang-instrumen-ekonomi- lingkungan />, diakses 10 Juni 2015
tersedianya dana bagi upaya pemulihan dan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan mengubah pola pikir dan perilaku pemangku kepentingan untuk memperhitungkan nilai ekonomi lingkungan hidup ke dalam pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan 10.
Instrumen ekonomi ini merupakan pelengkap dari instrumen-instrumen yang sudah ada sebelumnya seperti instrumen AMDAL, baku mutu lingkungan, dan lain sebagainya. Berbeda dengan instrumen-instrumen yang ada sebelumnya yang bersifat command and control, instrument ekonomi lingkungan mengandalkan kepada signal pasar untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Salah satu instrumen yang diperkenalkan dalam UU 32/2009 adalah Pem- bayaran jasa lingkungan (PJL) atau Payment of Environmental Services (PES). Dasar teori ekonomi dari PJL secara konseptual sebenarnya sederhana yaitu “beneficiary pays” atau penerima manfaat membayar. PJL pada dasarnya merupakan skema yang bertujuan untuk merestorasi dan melindungi ketersediaan barang dan jasa lingkungan yang berkelanjutan. Skema PJL merupakan mekanisme yang membuat penyediaan jasa lingkungan menjadi lebih cost efisien dalam jangka waktu yang lama. Jenis jasa lingkungan dalam skema PJL diantaranya adalah proteksi dan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS), konservasi biodiversitas (biodiversity conservation), restorasi lanskap (landscape restoration). serta keindahan alam (scenic beauty)11.
Prevention Principle: Prinsip yang menekankan bahwa perlu adanya langkah-langkah secara scientific untuk memastikan bahwa suatu kegiatan pengelolaan terhadap lingkungan hidup atau sumber daya alam tidak berdampak pada kerusakan lingkungan dan merugikan orang lain12.
Dengan penerapan prinsip ini, maka pemerintah daerah Bangka Belitung seharusnya dari sejak awal sudah melakukan studi yang bersifat scientific seberapa jauh kegiatan penambangan biji timah akan merusak lingkungan hidup. Kemudian menyiapkan rambu-rambu peraturan agar eksploitasi tidak dilakukan secara berlebihan dan menetapkan aturan tentang pelaksanaan reklamasi area bekas tambang. Dalam pelaksanaannya diterapkan law enforcement
10 Ibid
11 Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Media Briefing Pembayaran Jasa Lingkungan, � http��//www. menlh.go.id/media-briefing-pembayaran-jasa-lingkungan/>, diakses 10 Juni 2015
12 Bambang Prabowo Sudarso, Prevention Principle, Materi Kuliah Hukum Lingkungan, Program Magister
Ilmu Hukum, Universitas Pancasila Jakarta , 2015
yang tegas atas segala penyimpangan yang terjadi. Misalnya ditetapkan area mana yang boleh dilakukan penambangan. Dalam pelaksanaan penambangan ditegaskan tidak boleh merusak lingkungan hutan. Air yang digunakan dalam proses penambangan tidak boleh mencemari aliran sungai dengan campuran lumpurnya, boleh dibuang ke sungai apabila sudah dipastikan tidak mencemari sungai yang nantinya akan berlanjut ke pantai dan laut.
Untuk penambangan laut di tetapkan daerah penambangan yang tidak akan merusak area penangkapan ikan atau terumbu karang. Perlu ditegaskan bahwa penambang dengan kapal keruk, kapal isap atau T.I apung harus menjamin bahwa limbah pasir dan lumpur sisa penambangan tidak menjadi sedimen yang menutup terumbu karang atau merusak lingkungan hidup biota laut. Memang pelaksanaan prinsip ini akan menimbulkan biaya, baik bagi pemerintah yang melakukan pengawasan maupun bagi pengusaha tambang. Tapi pemeliharan kelestarian lingkungan hidup merupakan amanat dari peraturan perundang- undangan yang tidak boleh tidak tetap harus dijalankan sebagaimana mestinya. Bagi pengusaha skala sedang dan besar akan terbebani tambahan cost yang dapat mengakibatkan kenaikan harga jual atau bisa menurunkan tingkat keuntungan. Bagi penambang rakyat yang notabene tidak bermodal memang akan menjadi masalah besar, tapi sebenarnya dapat disiasati dengan mengelompokkan mereka menjadi suatu usaha bersama atau koperasi, sehingga beban biaya tidak ditanggung secara individu yang pastinya akan sangat berat.
Polluter Pays Principle: Prinsip yang digunakan untuk mengalokasikan biaya pencegahan polusi atau pencemaran dan pengendalian terhadap upaya mendorong langkah-langkah rasional dalam pemanfaatan sumber daya alam yang terbatas13 .
Pencemar lingkungan harus menanggung biaya terhadap langkah-langkah pengendalian kualitas lingkungan hidup dan biaya tersebut harus tercermin dalam biaya barang dan jasa dalam setiap aktifitas produksi dan/atau konsumsi yang menimbulkan pencemaran lingkungan.
Untuk menerapkan prinsip ini pemerintah daerah cq. Dinas ESDM di Bangka Belitung harus menetapkan dengan tegas satuan nominal biaya reklamasi lahan yang harus dibayar oleh para penambang timah untuk suatu satuan luas areal penambangan, baik didarat maupun dilaut. Pelaksanaan penambangan dipantau dengan baik, dan dana yang terkumpul memang benar-benar dialokasikan.
13 Ibid
untuk melakukan reklamasi lahan bekas tambang menjadi pulih kembali atau dapat juga para penambang mengalokasi dana dengan besaran tertentu yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan reklamasi pemulihan lingkungan di bekas lahan tambang timah mereka. Kegiatan ini dipantau secara melekat oleh pemerintah daerah.
Sustainable Development (Inter and Intrageneration Equity Principle): Prinsip Keadilan antar Generasi: setiap generasi memiliki hak untuk menerima dan menempati bumi bukan dalam kondisi buruk akibat perbuatan generasi sebelumnya atau generasi kini mempunyai kewajiban untuk mewariskan kondisi bumi dan sumber daya alam sebagaimana yang mereka peroleh dan nikmati.
Prinsip Keadilan Dalam Satu Generasi: bahwa keadilan di dalam suatu generasi umat manusia dan beban dari permasalahan lingkungan harus dipikul bersama oleh masyarakat dalam satu generasi14.
Pada dasarnya penerapan prinsip ini mengharuskan para penambang timah untuk bertanggungjawab, bahwa kegiatan penambangan yang mereka lakukan tidak boleh meninggalkan kerusakan lingkungan yang akan menimbulkan ketidak adilan bagi warga masyarakat lain dalam generasi yang sama sekarang ini. Misalnya tidak direklamasinya lubang bekas galian timah yang menganga terisi air akan menjadi sarang nyamuk, yang membuat meluasnya penyebaran penyakit malaria diseluruh daerah Bangka Belitung dan menempatkan daerah ini pada urutan yang tinggi dalam data penderita penyakit malaria.
Pada sisi lain lingkungan yang diekstrak para penambang untuk diambil sumber daya alam berupa biji timah ini adalah titipan anak cucu yang merupakan generasi berikutnya. Para penambang tidak boleh mewariskan kondisi lingkungan hidup yang rusak dan porak poranda kepada generasi berikut ini. Sehingga dalam kegiatan eksploitasi tambang harus dipastikan bahwa kelestarian lingkungan hidup tetap terjaga
Undang-Undang Minerba
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengatur banyak hal yang bila dijalankan dengan konsekuen dan konsisten, maka proses produksi eksploitasi mineral akan dapat memenuhi hajat masyarakat dalam sisi ekonomi dan pada sisi lain akan dapat menjaga kelangsungan kelestarian lingkungan hidup yang memberi
14 Ibid
kenyamanan dan keamanan bidup bagi masayarakat sekarang dan masyarakat generasi berikutnya.
Terkait dengan penambangan timah di Bangka Belitung, ada beberapa ketentuan dari peraturan perundang-undangan tersebut yang perlu diketengahkan untuk dapat menghentikan berlangsung-lanjutnya perusakan terhadap lingkungan dan pada saat yang sama bagaimana langkah pemulihan kerusakan yang sudah terlanjur terjadi.
Pasal 1 UU 4/2009, undang-undang ini sudah mengamanatkan bagaimana penjagaan kelestarian lingkungan hidup harus dilakukan, ayat 25 menyatakan: Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut amdal, adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Dengan berpegangan pada ketentuan ini, maka jelas bahwa pemerintah daerah Bangka Belitung dari sejak awal seharusnya sudah membuat kebijakan terkait penambangan timah yang mendasarkan pada kajian dampak lingkungan secara komprehensif. Dengan demikian, maka penetapan daerah lahan tambang, cara penambangan dan pengelolaan lahan pasca penambangan ditetapkan dengan memberi perhatian penuh pada faktor pelestarian lingkungan hidup.
Selanjutnya ayat 26 pada Pasal 1 ini berbunyi sebagai berikut: Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Bila ketentuan ini dijalankan dengan baik oleh para penambang dan dipantau pelaksanaannya dengan tegas oleh aparat pemerintah daerah, maka kegiatan reklamasi dilakukan pada setiap tahapan kegiatan eksploitasi tidak ada lagi kesempatan terjadinya kerusakan lingkungan. Sehingga kualitas lingkungan dan ekosistem akan terjaga dengan baik.
Masih pada Pasal 1, dalam ayat 27 ditetapkan sebagai berikut: Kegiatan pascatambang, yang selanjutnya disebut pascatambang, adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan. Kembali dapat kita lihat bahwa law-nya sudah tersedia dengan baik, tinggal bagaimana law enforcement dilaksanakan dengan konsekuen dilapangan.
Memang kalau ditelaah lebih jauh, sebagian dari kerusakan lingkungan yang terjadi sebagian besar disebabkan penambangan oleh warga masyarakat setempat yang dikenal dengan sebutan tambang inkonvensional (T.I yang diplesetkan sebagai tambang ilegal) yang berlangsung secara sporadis dan tersebar diseluruh penjuru daerah dan mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Masyarakat yang tingkat kehidupan ekonominya serba terbatas memang melihat, bahwa ekploitasi biji timah ini merupakan kesempatan untuk dapat bertahan hidup. Pada Pasal 1 ayat 28 UU 4/2009 telah mengakomodir hal ini, yakni, memberi kesempatan kepada masyarakat, baik secara individu maupun secara kolektif dalam hal pengusahaan T.I warga masyarakatseharusnya dihimpun secara kolektif dalam bentuk koperasi atau suatu paguyuban ekonomi. Sehingga proses perijinan dapat dengan baik diberikan. Penentuan lahan tambang disesuaikan rencana tata ruang daerah dan pelaksanaan eksploitasi serta kegiatan reklamasi dan pascatambang dapat dipantau sesuai aturan oleh aparat yang berwenang.
Hal-hal tersebut diatas yang pada dasarnya dapat diterapkan dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan hidup dan lebih jauh memulihkan kerusakan yang sudah terlanjur terjadi. Kita dapatkan dengan hanya mengupas ”kulitnya” saja dari peraturan perundang-undangan yang tersedia. Kalau kita dalami lagi amanat undang-undang ini dan diterapkan sebagimana mestinya di lapangan, maka terpenuhilah tanggung jawab kita untuk bersikap adil bagi masyarakat dalam satu generasi sekarang ini dalam hal kelestarian lingkungan hidup dan ekosistem serta dapat mewariskan kondisi bumi dan sumber daya alam yang baik bagi generasi sesudah kita nanti, sebagaimana inti dari pada Inter and Intrageneration Equity Principle.
KESIMPULAN
1. Keberadaan mineral biji timah di Bangka Belitung merupakan karunia dari Tuhan YME bagi masyarakat didaerah itu dalam sisi ekonomi yang memberikan kesempatan untuk mendapatkan penghidupan dari kegiatan penambangan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada sisi yang lain keberadaan timah yang tidak dikelola dan diatur dengan baik oleh aparat pemerintah daerah, disertai dengan tidak adanya kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup oleh segenap stake holder di daerah ini telah membawa kehancuran lingkungan hidup dan ekosistem di Bangka Belitung.
2. PT. Tambang Timah yang telah mengeksploitasi biji timah di daerah ini selama puluhan tahun nampaknya tidak melakukan reklamasi atau pemulihan kondisi bekas lahan tambangnya dengan baik atau juga mungkin reklamasi yang telah dilakukan oleh PT. Tambang Timah tidak dijaga dengan baik, kemudian dirusak kembali oleh warga masyarakat yang melakukan penambangan ilegal dilahan bekas tambang PT. Tambang Timah tersebut yang kemudian tentu saja tidak direklamasi dan ditinggalkan dalam kondisi porak poranda.
3. Kerusakan lingkungan tidak hanya terjadi di daratan yang hutannya hancur, lubang galian menganga terisi air yang oleh penduduk lokal disebut kolong (danau kecil) yang menjadi sarang berkembang biaknya nyamuk malaria diseluruh wilayah Bangka Belitung. Tetapi juga dipantai yang menyebabkan rusaknya keindahan pantai yang semula berpasir putih bersih dan berair jernih menjadi kotor dan air lautnya menjadi keruh oleh kandungan lumpur limbah tambang yang terbawa sungai kelaut. Hutan bakau (mangrove) mati dan juga terumbu karang hancur oleh sedimen lumpur limbah penambangan timah didarat yang terbawa ke laut atau juga limbah dari penambangan timah dilaut yang menggunakan kapal keruk, kapal isap dan T.I apung.
4. Pemerintah daerah harus tegas untuk mengimplementasikan semua aturan tentang penambangan timah, baik berupa peraturan perundang-undangan nasional maupun dalam bentuk peraturan daerah. Dengan demikian pelaksanaan kegiatan eksploitasi timah dapat dikendalikan dengan baik, kegiatan reklamasi dan kegiatan pascatambang dapat berjalan sesuai aturan. Orientasi penjagaan dan pemeliharaan serta pemulihan kondisi lingkungan hidup harus merupakan fokus utama pemerintah daerah dalam pengelolaan pertambangan didaerah ini. Prinsip-prinsip lingkungan hidup dalam kegiatan pertambangan seperti: teori instrumen ekonomi , prevention principle, polluter pays principle dan sustainable development principle harus diterapkan oleh pemerintah daerah.
5. Penegakan hukum harus dijalankan dengan tegas terhadap semua pihak yang melakukan pelanggaran dengan tidak memandang apakah yang bersangkutan adalah perusahaan tambang besar atau rakyat kecil, pejabat atau aparat pemerintah sendiri.
6. Terkait penambangan oleh warga masyarakat, seyogyanya mereka dikelompokkan menjadi satuan unit produksi dalam bentuk seperti koperasi
atau bentuk lainnya. Kemudian diberi ijin yang tidak sulit untuk mereka urus, dibina dan diawasi pelaksanaan kegiatan eksploitasi dan reklamasinya, atau dengan kata lain mereka diakomodir untuk bisa ikut serta dalam mencari penghidupan melalui usaha tambang timah sesuai amanat dari undang undang. Lebih baik lagi bila mereka dimitrakan dengan PT.Tambang Timah dengan melakukan penambangan dilahan perusahaan secara legal, sehingga pengawasan kegiatan mereka dapat dilakukan secara berlapis oleh PT. Tambang Timah dan pemerintah daerah.
7. Pemulihan lingkungan hidup yang sudah terlanjur rusak mutlak harus dilakukan, cost yang tinggi memang akan menjadi beban berat, tapi ini suatu keharusan agar kita dapat mewariskan kondisi lingkungan hidup dan ekosistem yang baik dan tidak porak poranda kepada generasi anak cucu kita nanti.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Penambangan Rakyat Harus Diakomodir UU, <http://babel.antaranews. com/berita/22397/pengamat-penambangan-rakyat-harus-diakomodir-uu> Ahmadi, Tertibkan Tambang Ilegal Satpol PP Babel Bentuk Timsus, <http://www. harianterbit.com/hanterekonomi/read/2015/03/06/21434/21/21/Tertibkan-
Tambang-Ilegal-Satpol-Babel-Bentuk-Timsus>
Prabowo, Aji Gusti. Polres Basel Hentikan Penambangan Timah Ilegal di Pinggir Jalan, <http://bangka.tribunnews.com/2015/02/24/polres-basel-hentikan- penambangan-timah-ilegal-di-pinggir-jalan>
Babel Antara News, Tambang Timah Picu Pendangkalan Pelabuhan Perahu Nelayan, <http://babel.antaranews.com/berita/22755/tambang-timah- picu-pendangkalan-pelabuhan-perahu-nelayan>
Babel Antara News, Pemkab Bangka Tindak Penambang Timah Ilegal, <(http:// babel.antaranews.com/print/543/pemkab-bangka-tindak-penambang- timah-ilegal)>,
Babel Antara News, Polda Babel Gandeng TNI Tertibkan Tambang Ilegal, <(http:// babel.antaranews.com/berita/22817/polda-babel-gandeng-tni-tertibkan- tambang-ilegal)>
Sudarso, Bambang Prabowo. Prevention Principle, Materi Kuliah Hukum Lingkungan, Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Pancasila Jakarta, 2015
Mildan, Denil. Potret Buram di Balik Kemilau Timah, http://denimildan.blogspot. com/2011/04/potret-buram-di-balik-kemilau-timah_25.html
Prayitna, I Gede Selamet. <http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2004 /6/4
/o4. html>
Kementerian Negara Lingkungan Hidup, RPP Instrumen Ekonomi Lingkungan
<http://www.menlh.go.id/konsultasi-publik-penyelesaian-rancangan- peraturan-pemerintah-tentang-instrumen-ekonomi-lingkungan/>
Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Media Briefing Pembayaran Jasa Lingkungan, <http://www.menlh.go.id/media-briefing-pembayaran-jasa- lingkungan/>
Maranda, Servio, Nasional Tempo, Polda Bangka Belitung Tahan Dua Pengusaha Timah,<http://nasional.tempo.co/read/news/2014/09/17/058607679/ Polda-Bangka-Belitung-Tahan-Dua-Pengusaha-Timah>
PT. Timah, Sekilas PT Timah, <http://www.timah.com/v2/ina/tentang- kami/8410052012110526/sekilas-pt-timah/>
Wikipedia Indonesia, Kepulauan Bangka Belitung, <http://id.wikipedia.org /wiki/ Kepulauan_Bangka_Belitung
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Penambangan Mineral dan Batubara
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peratuan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Artikel lain
https://nasional.sindonews.com/read/1331427/13/guru-besar-ui-ragukan-kerugian-negara-pada-kasus-timah-1709218968/10
https://bappeda.babelprov.go.id/content/pemulihan-dan-pemanfaatan-lahan-bekas-penambangan-timah
Referensi
1https://bisnis.tempo.co/read/1598795/nelayan-bangka-tolak-tambang-timah-pengusaha-diminta-angkat-kaki