Pagi hari tepatnya pukul 07.29 WIB semua sudah siap, pagi itu cuaca begitu cerah, sinar matahari saat itu terlihat jelas sekali menembus rindangnya pohon di sekitar rumah, terlihat lurus membentuk garis-garis yang menghujam tanah, hal ini karena sisa kabut di pagi hari, kabut yang makin memperjelas lolosnya sinar tersebut dari tangkapan daun dan ranting. Pagi ini memang waktu yang tepat untuk berangkat, tapi ternyata ada yang belum beres : baut spion kendor, terpaksa saya kencangkan dulu sebelum berangkat, hal ini pun tak menyurutkan semangat saya untuk menempuh perjalanan sejauh kurang lebih200 kilometer nanti.
Jarum bensin kelihatan tinggal seperempat bagian, tak perlu lah mengisinya sekarang, nanti saja diisi kalau sudah benar-benar hampir habis.
Pertama dari selatan masuk Salatiga, melalui ringroad yang baru saja jadi, disini sempat terjadi pengereman mendadak sebelum masuk ring road, sampai sampai ban belakang terkunci,sebelum berhenti, kombinasi kecilnya engine break dan pemakaian cakram pada roda belakang, kronologisnya mobil pertama mau belok kanan sehingga dia memelankan lajunya, mobil kedua bermaksud ingin mendahului dari kiri, kendaraan ketiga yaitu bus juga mendahului dari kiri tapi emang bus dari tadi emang lebih duluan berada di sebelah kiri dan posisinya saat itu juga akan menyalip mobil kedua, sehingga mobil kedua tidak jadi menyalip kiri dan dia rem, saya di belakang bus dari kiri akan berpindah ke kanan, selesai melewati badan bus itu, di kanan ternyata ada mobil kedua tadi yang ngerem, terlalu banyak blind spot. dari sini saya ubah gaya berkendara untuk mendapat penglihatan kondisi yang lebih jelas.
Masuk ringroad Salatiga, pertama masuk memang masih banyak jalan berlubang terkalahkan oleh air hujan, namun kira-kira 100 meter berikutnya adalah jalur yang mulus, empat jalur, yah memang jalur ini adalah jalur yang baru dibuka untuik mengurangi kemacetan kendaraan yang lewat kota. Namun kalau malam masih harus hati-hati beberapa titik masih tidak dilengkapi penerangan jalan.
Perjalanan dilanjutkan melalui jalan tembus Banyubiru ke barat sampai di tanjakan jalur Ambarawa Temanggung, jalur yang melewati tanjakan dan turunan dan berkelok-kelok, sampai di persimpangan hampir saja kelewatan, akhirnya saya putar balik dan masuk ke arah Temanggung, yang tembus daerah Ngranggan. Disini jalan sedikit lurus, tetapi lebih sempit, di jalur ini pula saya mulai isi bensin, kilometer tidak lupa saya catat, waktu sudah pukul 08.35 pagi. tanpa istirahat perjalanan langsung dilanjutkan sampai ketemu lampu merah Ngranggan, terus ke barat ke arah Wonosobo.
Jalur ini adalah jalur menuju Banjarnegara yang diapit dua gunung Sindoro dan Sumbing, jalurnya berkelok-kelok, dan hati-hati saat mendahului karena jalurnya yang berbelok-belok menjadikan area blind spot menjadi besar. Di jalur antara dua gunung ini pun saya terkena Jack pot gara-gara perawatan jalan yang kurang menyisakan lubang menganga di tengah jalan, tidak ada cat putih yang melingkarinya, serta tidak terlihat tanda-tanda alam kalau di titik itu ada Jackpot alias lubang jalan, kalau di pantura lubang sebesar itu dilingkari dengan cat putih agar kelihatan dari jauh, ini mending dilingkari kalau kita berkendara minimal dari kejauhan kelihatan lah, lah ini sama-sekali gak di apa-apain, dikasih tiang juga enggak, dikasih cat juga engga, memang perbaikan disini sangat perlu karena jalur padat, karena kejadian ini saya ubah lagi tehnik berkendara selain harus mengantisipasi tingkah laku pengemudi ternyata saya di daerah sini juga harus mengantisipasi lubang jalan yang biasanya lebih banyak terletak dipinggiran.
Masuk daerah Banjarnegara yang dilalui bus-bus AKAP, ada jurusan Semarang-Purwokerto, Purwokerto Jogja dan lain-lain, kendaraan sudah didominasi dengan plat R yang merupakan kode wilayah eks karesidenan Banyumas disini memang jalur yang sempit, lebih sempit daripada jalur Solo Surabaya, pengemudi dituntut ekstra hati-hati.
Sampai di daerah sebelum Purwokerto melewati jalur yang lurus, di kecepatan 100kmh suara angin begitu kencang, sampai mengalahkan suara mesin, menurut penelitian suara angin di helm memungkinkan berakibat pada pendengaran, padahal sebagian besar kendaraan jenis ini suara angin masih kalah sama suara motor, itu pun dalam kondisi standar, belum lagi yang di modifikasi dengan knalpot racing, saya dukung sekali pemusnahan knalpot brisik pada motor-motor. Selebihnya semoga ada yang mendesain helm yang tidak menimbulkan suara angin terlalu tinggi. Di sini walau jalurnya terlihat lurus dan sepi harus hati-hati karena yang di jalan bukan hanya kita saja, tapi di sana ada yang mau menyeberang, dsb.
Akhirnya pukul 11.00 mampir di pom bensin untuk mengisi bensin kedua kalinya, saya catat lagi angka di odometernya, selisih dari mengisi bensin sebelumnya sekitar 138,4 kilo meter waktu menunjukkanpukul 11.40 siang, total jarak 187,9 km kurang lebih waktunya 4 jam 10 menit. Cuaca Purwokerto siang itu cerah, udara terasa panas, sayapun istirahat dan sekalian Sholat dzuhur. Melelahkan? Ya, istirahat ini pun saya manfaatkan sebaik-baiknya.
Read More...