saya copast lagi ya gan….
1. Belajarlah pada guru yang memiliki guru.
Pastikan bila dia berguru dengan baik. Bila perlu carilah informasi dasar seperti berapa lama dia belajar? buku apa saja yang pernah dia pelajari?
Ini tidak melanggar adab kok, bahkan beginilah adab dalam tradisi keilmuan para pendahulu kita.⠀
⠀
2. Jangan belajar agama pada orang yang bukan ahlinya, meskipun orang itu memiliki wawasan keagamaan.
Karena ilmu tak sama dengan wawasan.
Saya menghormati spesialisasi ilmu.
Saya akan menjadi pendengar yang baik bila bertemu dengan orang yang berbicara pada bidangnya.
Itu prinsip saya.⠀
⠀
Analogi saya sederhana, "Kalau ada orang yang rajin baca buku kedokteran, tapi gak kuliah dibidang kedokteran, boleh gak dia buka praktek..? Boleh gak kita menjulukinya pak Dokter..?
Tentu tidak. Nah bila untuk ilmu dunia kita sangat menghargai spesialisasi, maka mengapa hal itu tidak kita terapkan dalam ilmu agama.?⠀
⠀
Spesialisasi adalah kebutuhan riil manusia. Terutama ketika dia menghadapi masalah-masalah praktis. Contoh sederhana, seorang profesor yang ahli di bidang pemikiran, sejarah, filsafat, sosiologi dan antropologi, saat komputernya rusak, mesin mobilnya macet, talang airnya bocor, pompa air ngadat, listrik konslet, pakaian robek, dan sebagainya, dia akan kemana..?
Secara aksiomatik dia pasti butuh spesialis yang bisa membantunya bekerja secara teknis.
Tidak mungkin rasanya, untuk menghadapi semua itu dengan hanya bermodal teori-teori yang bersifat global.
Di dalam ilmu Agama, ada wilayah-wilayah tertentu yang membutuhkan kecermatan dan ketelitian, yang tidak mungkin kita serahkan pada orang yang memahami agama secara global saja.
Tulisan ini bukan untuk membatasi orang lain dalam berkarya atau mengembangkan minatnya, hanya sebagai ajakan untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya, menghargai spesialisasi ilmu, dan ajakan kembali pada bidang masing-masing. Jangan sampai kita mendengarkan ada ahli mesin yang berfatwa soal bedah sesar.
_________
London 02/08/2018
@act_elgharantaly
Pastikan bila dia berguru dengan baik. Bila perlu carilah informasi dasar seperti berapa lama dia belajar? buku apa saja yang pernah dia pelajari?
Ini tidak melanggar adab kok, bahkan beginilah adab dalam tradisi keilmuan para pendahulu kita.⠀
⠀
2. Jangan belajar agama pada orang yang bukan ahlinya, meskipun orang itu memiliki wawasan keagamaan.
Karena ilmu tak sama dengan wawasan.
Saya menghormati spesialisasi ilmu.
Saya akan menjadi pendengar yang baik bila bertemu dengan orang yang berbicara pada bidangnya.
Itu prinsip saya.⠀
⠀
Analogi saya sederhana, "Kalau ada orang yang rajin baca buku kedokteran, tapi gak kuliah dibidang kedokteran, boleh gak dia buka praktek..? Boleh gak kita menjulukinya pak Dokter..?
Tentu tidak. Nah bila untuk ilmu dunia kita sangat menghargai spesialisasi, maka mengapa hal itu tidak kita terapkan dalam ilmu agama.?⠀
⠀
Spesialisasi adalah kebutuhan riil manusia. Terutama ketika dia menghadapi masalah-masalah praktis. Contoh sederhana, seorang profesor yang ahli di bidang pemikiran, sejarah, filsafat, sosiologi dan antropologi, saat komputernya rusak, mesin mobilnya macet, talang airnya bocor, pompa air ngadat, listrik konslet, pakaian robek, dan sebagainya, dia akan kemana..?
Secara aksiomatik dia pasti butuh spesialis yang bisa membantunya bekerja secara teknis.
Tidak mungkin rasanya, untuk menghadapi semua itu dengan hanya bermodal teori-teori yang bersifat global.
Di dalam ilmu Agama, ada wilayah-wilayah tertentu yang membutuhkan kecermatan dan ketelitian, yang tidak mungkin kita serahkan pada orang yang memahami agama secara global saja.
Tulisan ini bukan untuk membatasi orang lain dalam berkarya atau mengembangkan minatnya, hanya sebagai ajakan untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya, menghargai spesialisasi ilmu, dan ajakan kembali pada bidang masing-masing. Jangan sampai kita mendengarkan ada ahli mesin yang berfatwa soal bedah sesar.
_________
London 02/08/2018
@act_elgharantaly
0 comments :
Post a Comment
mohon koreksinya apabila salah (CMIIW), silahkan berkomentar dengan baik, penulis tidak bertanggung jawab atas apa yang anda sampaikan, jadi silahkan anda bertanggung jawab dengan apa yang anda sampaikan, terima kasih telah berkunjung, semoga bermanfaat [ baca disclaimer]