Saturday, March 14, 2015

Bis di tahun 1982

Kali ini pengen membahas bis lagi, tadi saya ketemu sama artikel menarik yang saya temui di majalah Tempo Edisi 30 April 2012. Dimana disitu diceritakan mengenai salah satu alat transportasi di Indonesia, yaitu Bus. sebuah artikel yang ditulis ulang dari artile Majalah Tempo belasan tahun yang lalu, kali ini artikelnya bersumber dari artikel tanggal 3 April 1982 di Majalah Tempo. Tentu bagi para pecinta bus, hal ini menjadi sangat menarik ya, ditengah maraknya informasi bus bus terbaru. berikut adalah artikel dimaksud :


Bajing Loncat Bikin Geram
KABAR mengerikan ini terjadi pertengahan Oktober lalu. Bus langsung rute Semarang-Wonosobo dirampok. Kendaraan itu ber¬angkat dari Terminal Terboyo, Semarang. Belum begitu jauh bus melaju, enam orang masuk, dan seorang yang membawa pisau mulai merampas barang-barang penumpang. Uang dan aneka benda berharga dibawa kabur. Keenam garong itu tertangkap setelah seorang penumpang menelepon polisi.


Dulu jenis kejahatan serupa kerap terdengar. Bisa jadi hal itu berkaitan dengan buruknya infrastruktur lalu lintas. Kejahatan ini sering terjadi di bagian jalan yang rusak, jembatan yang tak terawat, atau di jalanan yang gelap pada malam hari lantaran tak ada lampu jalan. Laporan utama majalah Tempo edisi April 982 bercerita mengenai ulah para garong yang meresahkan itu.

Kisah dimulai dari Bus Yusuf sekeluarga yang bertolak dari Pulogadung menuju Pekalongan pada malam hari. Tidak ada perbincangan selain antara kondektur, suwindo, dan sopir, Asikin. Kenek, Caswan, tertidur di bagian belakang. Sampai bus berhenti di Pasar Jatibarang. Cirebon, ketika enam pemuda menyerobot naik, penumpang masih dibuai mimpi. Caswan tanpa curiga bermaksud mengutip ongkos. Tapi “Mereka mengeluarkan pisau dan golok”, tutur Caswan.

Di bawah todongan pisau, Asikin diperintahkan mematikan semua lampu dan memperlambat laju bus. Suwindo, yang mencoba mendekati pintu, dibanting dan diinjak pembajak. Mereka menguras uang setoran bus RP 80 Ribu berikut perhiasan dan uang penumpang. Kerugian pada malam 18 Maret 1982 itu ditaksir sekitar Rp 1,2 Juta.

Kawasan Cirebon bukan satu-satunya daerah rawan pembajak di Jawa. Solo, misalnya, tidak kalah gawat. Pada Maret tahun itu saja ada enam bus kena bajak. Yang paling mengagetkan penduduk Solo adalah perampokan bus Hasti, karena dilakukan pada siang bolong, sepekan sebelum peristiwa Cirebon.

Kejahatan serupa sudah bertahun-0tahun menimpa penumpang bus lintas Sumatera, di daerah rawan ada Sumatera Selatan, yaitu Kabupaten Lahat, Lubuk Linggau, dan Baturaja. “Hampir setiap hari terjadi perampokan,” ujar absirwan Abbas, Kepala Perwakilan Perusahaan Bus Ubani.

Ketakutan tak hanya menghinggapi penumpang, tapi juga para sopir jarak antara Lahat di Sumatera Selatan dan Kotabumi Lampung Utara sekitar 200 kilometer jalanan rusak berat, apalagi pada musim hujan. Kendaraan yang lewat terpaksa melaju pelan sekali. Kesempatan itu digunakan perampok untuk naik ke atap bus dan memeretli barang-barang. Karena inilah mereka disebut bajing loncat.

Pengalaman mengerikan dialami bus ALS pada Januari 1981 dalam perjalanan dari Medan ke Tanjungkarang. Di suatu hutan lebat di Kabupaten Lahat, tiba-tiba bus oleng. Ternyata kedua ban belakangnya bocor tertusuk benda tajam. Ketika sopir dan kenek turun memperbaiki, datang sekitar 10 laki-lali bersenjata parang mengelilingi bus. Anas Lubis, kondektur, yang memegang uang, meloncat keluar dari bus dan lari masuk hutan.

Rampok di Sumatera Selatan tidak pilih buku. Tak hanya bus, truk pun jadi korban. Untuk mengatasi kejahatan itu, berbagai usaha dilakukan. Sopir dan kenek melengkapi diri dengan parang. Barang-barang milik penumpang di atap atau kap mobil dikawal seorang kenek bersenjata.

Agar lebih awas, pihak bus menembah kaca spion. Mereka juga mencopot tangga di belakang bus untuk menyulitkan orang naik ke kap. Tapi penjahat tidak hilang akal. Mereka bersembunyi di jembatan atau pohon untuk melompat ke tumpukan barang di atap. Absinan Abbas dari Perusahaan Bus Ubani menyebutkan cara lain untuk menghindari bajjing loncat adalah dengan berkonvoi sekitar enam bus. Tapi, “Ada juga yang kena. Biasanya bus paling belakang,” katanya.

Belakangan aksi para rampok itu bikin geram Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Sudomo. Dia pun mengumumkan akan menurunkan pasukan tempur dan memerintahkan semua pelaksana khusus daerah mengatasi pembajakan. “Mereka sudah keterlaluan,” ujar Sudomo. Dia lalu membentuk killers squat., semacam pasukan istimewa.
Tempo, 3 April 1982



No comments:

Post a Comment

mohon koreksinya apabila salah (CMIIW), silahkan berkomentar dengan baik, penulis tidak bertanggung jawab atas apa yang anda sampaikan, jadi silahkan anda bertanggung jawab dengan apa yang anda sampaikan, terima kasih telah berkunjung, semoga bermanfaat [ baca disclaimer]