sein kiri kunyalakan untuk perlahan-lahan menepi. Kulihat ban belakang kempes dan hanya menyisakan sedikit udara,seolah-olah dia masih ingin berjalan dengan sisa udara yang ada di ban tersebut, tapi langsung saja kubantah “Ya ga bisalah, kamu kan tubetype”. Saya pun memilih berolahraga saja saat itu, alias dorong motor hehe.
Kata ibu penjual di toko kelontong, tambal ban terdekat letaknya nyeberang jalan dan masuk jalan arah utara, oke baiklah mari kita menuju kesana sekarang. Di jalan yang ditunjukkan ibu tadi ternyata setidaknya saya ketemu sama lima tukang tambal ban, tambal ban pertama sampai ketiga menolak karena tutup, tambal ban keempat tidak ada orangnya, barulah tambal ban kelima mau menerima saya, hufth.
Setengah jam kemudian selesailah proses menambal ban, saya menuju Masjid untuk Sholat maghrib, selesai sholat saya melanjutkan perjalanan, namun kok kayaknya ban belakang ada yang sesuatu ya? Sepertinya setiap putaran, ban menginjak sesuatu gundukan, pikirku bisa saja memang jalannya yang tidak rata, namun bisa juga karena bannya yang tidak rata, saya pun terus melanjutkan perjalanan walau terus diliputi rasa penasaran. Akhirnya rasa penasaran saya terjawab, setelah berjalan beberapa kilometer. Ban saya kempes, namun kali ini lebih beruntung karena bocornya pas di depan tukang tambal ban.
Setelah diperiksa, ternyata yang kena pas di tambalan yang tadi, akhirnya tambalan tadi dibuang dan sekarang menyisakan bekas lubang sepanjang kurang lebih satu cm, sayapun diberi pilihan dikasih ban dalam bekas yang dihargai 10 ribu atau nekat ditambal saja dengan berbagai macam risikonya, sayapun memilih nekat ditambal saja, toh ban luar sekarang juga kuganti dengan yang baru IRC seharga 150 ribu, jadi lebih aman menurut saya.
Cara nambalnya pun berbeda dari biasanya, tidak menggunakan api, tapi tambalan hanya ditempeli dengan potongan kecil seperti karet berlem, kata tukangnya sih nanti bisa lebih merekat saat berjalan dan terkena panas. Hmmm lebih efisien. Perjalanan dilanjutkan.
Kata ibu penjual di toko kelontong, tambal ban terdekat letaknya nyeberang jalan dan masuk jalan arah utara, oke baiklah mari kita menuju kesana sekarang. Di jalan yang ditunjukkan ibu tadi ternyata setidaknya saya ketemu sama lima tukang tambal ban, tambal ban pertama sampai ketiga menolak karena tutup, tambal ban keempat tidak ada orangnya, barulah tambal ban kelima mau menerima saya, hufth.
Setengah jam kemudian selesailah proses menambal ban, saya menuju Masjid untuk Sholat maghrib, selesai sholat saya melanjutkan perjalanan, namun kok kayaknya ban belakang ada yang sesuatu ya? Sepertinya setiap putaran, ban menginjak sesuatu gundukan, pikirku bisa saja memang jalannya yang tidak rata, namun bisa juga karena bannya yang tidak rata, saya pun terus melanjutkan perjalanan walau terus diliputi rasa penasaran. Akhirnya rasa penasaran saya terjawab, setelah berjalan beberapa kilometer. Ban saya kempes, namun kali ini lebih beruntung karena bocornya pas di depan tukang tambal ban.
Setelah diperiksa, ternyata yang kena pas di tambalan yang tadi, akhirnya tambalan tadi dibuang dan sekarang menyisakan bekas lubang sepanjang kurang lebih satu cm, sayapun diberi pilihan dikasih ban dalam bekas yang dihargai 10 ribu atau nekat ditambal saja dengan berbagai macam risikonya, sayapun memilih nekat ditambal saja, toh ban luar sekarang juga kuganti dengan yang baru IRC seharga 150 ribu, jadi lebih aman menurut saya.
Cara nambalnya pun berbeda dari biasanya, tidak menggunakan api, tapi tambalan hanya ditempeli dengan potongan kecil seperti karet berlem, kata tukangnya sih nanti bisa lebih merekat saat berjalan dan terkena panas. Hmmm lebih efisien. Perjalanan dilanjutkan.
No comments:
Post a Comment
mohon koreksinya apabila salah (CMIIW), silahkan berkomentar dengan baik, penulis tidak bertanggung jawab atas apa yang anda sampaikan, jadi silahkan anda bertanggung jawab dengan apa yang anda sampaikan, terima kasih telah berkunjung, semoga bermanfaat [ baca disclaimer]