Rute perjalanan kali ini adalah home base menuju candi Cetho sejauh 84,7 kilometer dengan waktu 2 jam lebih 5 menit. Start pukul 10.50 am, cuaca cerah, matahari terasa menembus kulit karena hanya memakai pelindung sweater bukan jaket khusus.(gara-gara ini pula kulit saya lebih cepat gosong).
Jalur Ampel Boyolali sekarang yang terdiri dua jenis, pertama jalan dengan dua lajur sampai penggung kemudian beralih tiga lajur, yaitu dua lajur ke arah Byl dan satu lajur ke arah Ampel. Bedanya yang arah Byl tidak boleh mendahului dengan tanda garis lurus putih. kemudian jalur Byl-Sampai Sampai Kartasura yang sudah dibuat empat lajur, kondisi lancar memungkinkan memacu sampai 100 kmh tapi harus tetap hati hati dengan penyeberang jalan maupun penyeberang di persimpangan.
Kemudian masuk jalur kota di Solo, lalu lintas ramai, truk bus sampai motor tumpah ruah di jalan, ditambah dengan lampu lalu lintas di persimpangan memaksa saya memperlambat laju, harus bersabar lagi kalau lampu "bangjo" hampir semua berangka lebih dari 40 detik. (tapi bisa diatasi dengan memanfaatkan rambu "belok kiri jalan terus" jika memungkinkan). cara ini saya pakai jika lampu lalu merah masih berangka 50 ke atas, 45 detik ke bawah tidak efektif dengan cara itu, ini hasil pengalaman saja.
kemudian masuk jalur luar kota setelah memasuki Karanganyar menuju Tawangmangu. kondisi lurus dan cenderung sepi kendaraan, 80 ke atas dalam kondisi lurus tidak menjadi masalah, berbeda dengan kondisi berkelok yang dominan diperhatikan juga shock beker, karena seperti cerita saya dulu ada masalah pada pelek, sangat berpengaruh dalam mengurangi kestabilan motor saat berbelok.
memasuki gerbang tulisan "kawasan wisata Candi Cetho dan Candi Sukuh" kondisi jalan mulai berkelok kelok dengan dominasi tanjakan. Awalnya tidak terlalu menanjak, tetapi kemudian tanjakan makin banyak, menjadikan tantangan tersendiri perjalnan menuju Candi Cetho, tapi medan yang sulit menjadi tidak terasa karena pemandangan di kanan dan kiri yang indah. awalnya kiri kanan adalah rumah penduduk, kemudian yang paling menarik tentu saja pemandangan kebun teh di Kemuning, disinilah mereka mereka itu berfoto dengan latar belakang kebun teh yang terkenal ini.
Saat saya sampai di sini cuaca sedang hujan deras, menjadikan perjalanan ini punya sensasi sendiri karena hawa dingin lereng Lawu ditambah curahan air dari angkasa. Mantolpun sangat berguna saat ini, saya lihat mereka berteduh di warung pinggir jalan, menunggu hujan reda, salah sendiri gak bawa mantol?
Tibalah saya menemui rute yang menurut saya paling berkesan, karena tanjakan yang curam, sampai-sampai motor 125ku kubawa ziz zag saat "nanjak". akhirnya setelah dua jam perjalanan kelihatan juga gerbang candi hindu itu. berada di atas ketinggian seolah menyambut para pendatang yang terengah-engah dari bawah.
Parkir motor kemudian bayar karcis masuk Rp.3000,- untuk wisatawan domestik. Candi Cetho adalah Candi Hindu, di sekitarnya pun tidak ada mushola, saya yang mau sholatpun disarankan bapak yang di pos karcis tadi numpang di salah satu rumah warga. Saat wudhu air dingin seperti es.
Candi Cetho berupa Candi di lereng, semakin ke atas maka pengunjung akan menemui gerbang-gerbang dari batu. Beruntung saat saya sampai hujan telah mereda meskipun mendung masih ada. mendung atau cerah bagi saya pemandangan yang tersaji tetap mempesona. bahkan awan kabut yang terlihat jelas dari sela-sela pohon bisa menjadi objek menarik, karena selama ini hanya melihat awan dari jauh, berbeda rasanya melihat awan sedekat ini bahkan melihat awan dari atas.
Selain Candi Cetho, sempatkan pula mengunjungi Candi Kethek, sekilas yang saya baca di papannya, dinamai ketek karena banyak Kera yang ditemui. tapi saat saya kesana tidak pernah saya menemui kera, saat itu memang masih mendung tanda akan turun hujan.
Jalan menuju Candi Ketek masih berupa jalan setapak berupa hasil "keprasan" lereng. dijamin tak tersesat karena ada papan petunjuk menuju arah Candi Ketek yang disitu ada tulisan "kkn ugm 2011" berarti memang belum lama, dan tentu masih bisa dikembangkan, misalnya pembuatan jalan setapak dilengkapi pagar karena kondisi sekarang yang masih licin dan perlu hati-hati melangkah.
Puas melihat, saya pun pulang, didukung kondisi langit yang mulai menurunkan air hujannya mendorong saya untuk segera pulang. sampai di tempat parkir, dari bawah terdengar raungan mesin diesel bus mini berisi rombongan turis, kelihatan dari wajahnya mereka adalah turis dari jepang. Mereka menggunakan dua bus. bus harus antri menaiki tanjakan yang curam tersebut. Ternyata bus cukup kuat menanjak.
Saat saya pulang kabut datang hingga jarak pandang hanya sekitar 10 meter, perjalanan dilanjutkan menuju Sangiran yang tidak jadi karena sudah tutup jam setengah lima, saya sampai jam 5. sampai Solo cuaca hujan, jadilah saya pulang dengan kondisi hujan, laju kendaraan lebih pelan daripada siang, karena kondisi gelap dipadukan bintik air di mika helm membuat siluet siluet tertentu pada pandangan, hal ini menimbulkan pandangan menjadi tidak pasti, dan untuk memastikannya maka laju kendaraan harus pelan, supaya terlihat jelas apa yang ada di depan itu.
di tengah jalan ada kemacetan, ternyata di depan terlihat mobil sedang dievakuasi ke pinggir jalan. bemper lepas, mungkin habis kecelakaan atau mungkin cuman lepas tidak terlalu jelas karena gelap plus hujan. kemudian sampai di Ampel, jalur yang saya kenal hampir 10 tahun, masih seperti dulu, macet, kalau ada satu truk yang berjalan pelan, memaksa "ngeblonk", total perjalanan 203,4 km saya ukur dari selisih angka odometer, tingkat agresifitas tergantung sikon
Kemudian masuk jalur kota di Solo, lalu lintas ramai, truk bus sampai motor tumpah ruah di jalan, ditambah dengan lampu lalu lintas di persimpangan memaksa saya memperlambat laju, harus bersabar lagi kalau lampu "bangjo" hampir semua berangka lebih dari 40 detik. (tapi bisa diatasi dengan memanfaatkan rambu "belok kiri jalan terus" jika memungkinkan). cara ini saya pakai jika lampu lalu merah masih berangka 50 ke atas, 45 detik ke bawah tidak efektif dengan cara itu, ini hasil pengalaman saja.
kemudian masuk jalur luar kota setelah memasuki Karanganyar menuju Tawangmangu. kondisi lurus dan cenderung sepi kendaraan, 80 ke atas dalam kondisi lurus tidak menjadi masalah, berbeda dengan kondisi berkelok yang dominan diperhatikan juga shock beker, karena seperti cerita saya dulu ada masalah pada pelek, sangat berpengaruh dalam mengurangi kestabilan motor saat berbelok.
memasuki gerbang tulisan "kawasan wisata Candi Cetho dan Candi Sukuh" kondisi jalan mulai berkelok kelok dengan dominasi tanjakan. Awalnya tidak terlalu menanjak, tetapi kemudian tanjakan makin banyak, menjadikan tantangan tersendiri perjalnan menuju Candi Cetho, tapi medan yang sulit menjadi tidak terasa karena pemandangan di kanan dan kiri yang indah. awalnya kiri kanan adalah rumah penduduk, kemudian yang paling menarik tentu saja pemandangan kebun teh di Kemuning, disinilah mereka mereka itu berfoto dengan latar belakang kebun teh yang terkenal ini.
Saat saya sampai di sini cuaca sedang hujan deras, menjadikan perjalanan ini punya sensasi sendiri karena hawa dingin lereng Lawu ditambah curahan air dari angkasa. Mantolpun sangat berguna saat ini, saya lihat mereka berteduh di warung pinggir jalan, menunggu hujan reda, salah sendiri gak bawa mantol?
Tibalah saya menemui rute yang menurut saya paling berkesan, karena tanjakan yang curam, sampai-sampai motor 125ku kubawa ziz zag saat "nanjak". akhirnya setelah dua jam perjalanan kelihatan juga gerbang candi hindu itu. berada di atas ketinggian seolah menyambut para pendatang yang terengah-engah dari bawah.
Parkir motor kemudian bayar karcis masuk Rp.3000,- untuk wisatawan domestik. Candi Cetho adalah Candi Hindu, di sekitarnya pun tidak ada mushola, saya yang mau sholatpun disarankan bapak yang di pos karcis tadi numpang di salah satu rumah warga. Saat wudhu air dingin seperti es.
Candi Cetho berupa Candi di lereng, semakin ke atas maka pengunjung akan menemui gerbang-gerbang dari batu. Beruntung saat saya sampai hujan telah mereda meskipun mendung masih ada. mendung atau cerah bagi saya pemandangan yang tersaji tetap mempesona. bahkan awan kabut yang terlihat jelas dari sela-sela pohon bisa menjadi objek menarik, karena selama ini hanya melihat awan dari jauh, berbeda rasanya melihat awan sedekat ini bahkan melihat awan dari atas.
Selain Candi Cetho, sempatkan pula mengunjungi Candi Kethek, sekilas yang saya baca di papannya, dinamai ketek karena banyak Kera yang ditemui. tapi saat saya kesana tidak pernah saya menemui kera, saat itu memang masih mendung tanda akan turun hujan.
Jalan menuju Candi Ketek masih berupa jalan setapak berupa hasil "keprasan" lereng. dijamin tak tersesat karena ada papan petunjuk menuju arah Candi Ketek yang disitu ada tulisan "kkn ugm 2011" berarti memang belum lama, dan tentu masih bisa dikembangkan, misalnya pembuatan jalan setapak dilengkapi pagar karena kondisi sekarang yang masih licin dan perlu hati-hati melangkah.
Puas melihat, saya pun pulang, didukung kondisi langit yang mulai menurunkan air hujannya mendorong saya untuk segera pulang. sampai di tempat parkir, dari bawah terdengar raungan mesin diesel bus mini berisi rombongan turis, kelihatan dari wajahnya mereka adalah turis dari jepang. Mereka menggunakan dua bus. bus harus antri menaiki tanjakan yang curam tersebut. Ternyata bus cukup kuat menanjak.
Saat saya pulang kabut datang hingga jarak pandang hanya sekitar 10 meter, perjalanan dilanjutkan menuju Sangiran yang tidak jadi karena sudah tutup jam setengah lima, saya sampai jam 5. sampai Solo cuaca hujan, jadilah saya pulang dengan kondisi hujan, laju kendaraan lebih pelan daripada siang, karena kondisi gelap dipadukan bintik air di mika helm membuat siluet siluet tertentu pada pandangan, hal ini menimbulkan pandangan menjadi tidak pasti, dan untuk memastikannya maka laju kendaraan harus pelan, supaya terlihat jelas apa yang ada di depan itu.
di tengah jalan ada kemacetan, ternyata di depan terlihat mobil sedang dievakuasi ke pinggir jalan. bemper lepas, mungkin habis kecelakaan atau mungkin cuman lepas tidak terlalu jelas karena gelap plus hujan. kemudian sampai di Ampel, jalur yang saya kenal hampir 10 tahun, masih seperti dulu, macet, kalau ada satu truk yang berjalan pelan, memaksa "ngeblonk", total perjalanan 203,4 km saya ukur dari selisih angka odometer, tingkat agresifitas tergantung sikon
bsk aq mw ksana bro
ReplyDeleteditunggu reportnya
ReplyDeleteaku belum pernah ke candi cetho meski pernah ke solo dan tawangmangu. Kelihatannya bagus ya ..
ReplyDelete