Postingan kali ini adalah catatan saya saat menjadi penumpang Gunung Harta jurusan Blitar Jakarta, dimana yang berbeda dari trip
sebelumnya, adalah adanya jalur baru yaitu jalur tol, apakah waktu tempuhnya lebih cepat ataukah sama saja seperti dulu sebelum ada tol?
Silahkan baca catatan perjalanan yang terdahulu untuk membandingkan.
Pesen tiket bus via Whatasaap, ternyata armada yang mengantarkan saya nanti adalah armada Gunung Harta dengan dapur pacu SCANIA nomor polisi 7177, harga tiket terkena tarif liburan menjadi sebesar 280 ribu.
Siap di Terminal Tamanan Kediri pukul 12.00, namun bus baru datang jam 13.30, telat karena menunggu bus rusak.
Bus berjalan menuju Terminal Ladang Nganjuk, lalu menuju ringroad ke arah timur, menuju pintu tol lalu keluar di daerah Caruban, lalu ke timur lagi menuju Terminal Caruban, setelah ambil penumpang lalu menuju Terminal Madiun melalui jalur non tol.
dari Terminal Madiun, bus menuju terminal Maospati, dilanjut ke Terminal Ngawi,
Pukul 17.00
sampai Rumah Makan, istirahat kurang lebih setengah jam
disini ketemu Gunung Harta dari Banyuwangi dan Gunung Harta dari Jember, wah sekarang mereka memanfaatkan tol, Surabaya, Solo, lalu Semarang, tidak lewat Rumah Makan Tuban di Pantura
Selain Gunung Harta, juga terparkir dengan manis Jetbus HD3 Bus Eka Cepat dari Purwokerto yang menuju Surabaya
Pukul 17.30
lepas jangkar dari Rumah Makan Duta, bus balik ke timur lagi untuk menuju pintu Tol,
Perjalanan di Antara Tol Ngawi keluar di Pintu Tol Sragen, dari Pintu Tol Sragen ini bus ke Timur lagi, padahal arah Jakarta kan ke barat, hal ini karena Terminal Sragen memang arahnya masih ke timur,
Pukul 18.30
Menjemput penumpang di Terminal Sragen
, lepas terminal Sragen, masuk tol keluar di Pintu Tol Palur,
Pukul 19.30 sampai diTerminal Tirtonadi Solo
Lepas Tirtonadi, bus lewat jalur non tol, jalur Solo Semarang yang saat ini terlihat lengang sejak dibukanya tol Solo Semarang, menuju Terminal Salatiga tidak menemui kemacetan yang berarti seperti dulu sebelum ada tol, biasanya macet terjadi saat masuk Ampel, dan juga saat di jalur sempit Klero, namun kali ini cukup lancar, dan bus bisa ngegas dengan lebih kencang.
Pukul 21.00 sampai di Terminal Tingkir di Salatiga, setelah itu langsung masuk Tol, sampai Jakarta.
Perjalanan terasa amat membosankan karena pandangan mata terhalang oleh topi dan juga tidak adanya acara show opera vantura seperti jaman dahulu. Sehingga saya lebih memilih tidur dan berisitirahat. Entah ini idenya dulu darimana ya pake topi topi seperti ini, ditambah lagi kaca di atas topi diberi lapisan yang lebih gelap, sehingga penumpang tidak berkesempatan memperhatikan kondisi jalan, mungkin maksud dari desainernya pengen biar penumpangnya ga takut naik bis kali ya, jadi pandangan lalu lintas ke depan ditutup sedemikian rupa, padahal kan kalau takut bisa milih kursi di tengah.
Kesimpulan