Monday, November 9, 2009

Perjalanan dengan Motor Sejauh 600 Km


Menempuh perjalanan baik itu solo touring, convoy maupun mudik dengan sepeda motor memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri. Bila dibandingkan dengan mobil, mengendarai sepeda motor relatif lebih cepat melelahkan, akan tetapi juga lebih mudah mendahului saat macet. Terlepas dari kelebihan dan kekurangan tersebut, kali ini saya ingin berbagi pengalaman berkendaraan naik motor sendirian sejauh 616,6 km dari Boyolali sampai Jakarta. Saya lebih suka menyebut perjalanan ini dengan Solo Touring.

Akhir Oktober 2009, lebaran baru saja usai, Saatnya balik lagi ke Jakarta. Jika biasanya ke Jakarta saya naik bus, kali ini saya pilih menggunakan kendaraan roda dua, yaitu honda bebek Supra X 100 cc tahun 2000. Ada anggapan motor bebek hanya cocok untuk berkendaraan jarak dekat, namun melihat kenyataan para biker yang mudik tiap tahun dengan motor bebek seakan-akan menepis anggapan tersebut.

Namun kali ini saya bener-bener sendiri, karena perjalanan dilakukan tidak bersamaan dengan arus mudik maupun arus balik. Akhirnya berbekal kenekatan, doa restu orang tua, dan persiapan yang matang, serta melihat pengalaman kakak, tetangga, dan teman yang pernah melakukan perjalanan jauh, saya putuskan pergi ke Jakarta mengendarai motor.

Persiapan yang dilakukan meliputi servis motor, bertanya di kaskus, serta persiapan fisik dan mental, persiapan fisik antara lain menghindari makanan dan minuman yang manis seperti susu, coklat, dsb karena makanan yang mengandung gula tersebut mudah membuat lapar. Selain itu yang tidak kalah penting adalah buang air besar sebelum berangkat (ya kan?). Bekal makanan yaitu 1 kg buah pir dan 1500 ml air.

Pukul 03.15 WIB pagi mulai meninggalkan rumah. Sampai Salatiga saya melewati pasar yang ternyata sudah ramai oleh para pedagang yang mulai menggerakkan roda perekonomian. Geliat pasar mulai kelihatan pagi itu, barang dagangan seperti sayur dan buah terlihat mulai diturunkan dari mobil. Saya tidak bisa memacu motor dengan cepat, karena ibu-ibu dengan selendang itu masih bergerombol di pinggir jalan sibuk menurunkan barang dagangannya. Lepas dari pasar, jalan terlihat sepi kembali.

Sepanjang Boyolali sampai Semarang saya lebih banyak mendahului truk-truk pengangkut barang, sedangkan dari arah berlawanan lebih banyak bertemu dengan bus-bus malam asal Jakarta yang tidak jarang suka ngeblong(mengambil jalur lawan), jadi harus lebih hati-hati.

Kecepatan maksimal 80 kmh, Selama perjalanan saya juga beberapa kali harus menghajar lubang yang tidak terdeteksi. Untung motor baik-baik saja. Setiap 2 jam saya berhenti untuk mendinginkan mesin serta beristirahat. Pengendara motor memang idealnya harus istirahat setiap 2 jam. Lebih dari itu memang dapat membuat pegal punggung, apalagi jika posisi berkendara tidak pas, misalnya posisi ngebut, usahakan jalan santai tetapi tetap waspada.

Akhirnya sampai di tujuan Jakarta pukul 18.10 sore, Alhamdulilah kondisi motor tetap baik, hanya saja perlu beberapa servis ulang seperti aki lemah, ganti kampas rem depan dan belakang, dan ganti oli, semua komponen tersebut memang sudah waktunya ganti. Perjalanan juga hanya menghabiskan sebotol air 600 ml dan 4 buah pir. Minuman jadi hemat gara-gara kondisi hujan dan dingin di daerah Cirebon.

Total waktu ternyata 15 jam menempuh jarak 616,6 km diukur dengan odometer, itupun termasuk jarak yang kesasar, karena salah melihat papan arah. Padahal saat pulang dari Jakarta ke Boyolali juga dengan mengendarai motor, jaraknya terhitung 582 km, dengan waktu 12 jam saja. Artinya saya kesasar kurang lebih sejauh 30 an km. Sedangkan selisih waktu 3 jam itu sebagian besar saya dapatkan saat macet di kota Karawang, Bekasi, dan Jakarta.

Saat pulang dari Jakarta ke Boyolali saya juga menggunakan motor, dari jakarta pukul 03.00 sampai tujuan di Boyolali pukul 15.30 sore. Bedanya perjalanan ini lebih cepat yaitu hanya 12 jam, serta hanya isi bensin sebanyak 5 kali @13.000. Sejak dari Karawang sampai Tegal sempat "bareng" dengan biker matic plat K yang juga sendirian. Meskipun tidak ada komunikasi, keliatan sekali dia "menemani" saya dari belakang.

Solo touring bisa dibilang lebih cepat daripada convoy, karena tidak perlu tunggu menunggu dengan teman lain. Kecepatan juga bisa kita atur sendiri, yang terpenting dalam melakukan perjalanan jauh adalah nikmati saja perjalanan itu, selain itu jangan lupa berdoa, bawa surat-surat kendaraan, berhati-hati dimanapun serta jangan lupa menghidupkan lampu besar.
Read More...